PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK: Beberapa Inspirasi

Abstrak: Dengan fokus pengembangkan sifat, watak, dan akhlak, di era digital yang semua pengetahuan tersedia tanpa batas, pendidikan karakter harusnya memang merupakan fokus dari kegiatan pendidikan, termasuk pendidikan matematika. Karena itu, meskipun banyak tantangan yang bakal dihadapi oleh guru matematika dalam pengembangannya, guru perlu memiliki inspirasi bagaimana memanfaatkan pembelajaran matematika dapat dimanfaatkan untuk pengembangan karakter. Di dalam artikel sederhana ini, penulis mencoba membuka wawasan para guru tentang pemanfaatan tiga hal dalam pembelajaran untuk pengembangan karakter siswa. Di dalam artikel ini disediakan beberapa contoh pemanfaatan pembelajaran konten matematika untuk pengembangan karakter. Di dalam artikel ini disajikan pula ide pemanfaatan kegiatan belajar anak untuk pengembangan karakter. Terakhir, penulis mengemukakan tentang perlunya penerapan Project Based Learning untuk pengembangan karakter.

Kata Kunci; karakter, konten matematis, jenis kegiatan belajar, PjBL,

PENDAHULUAN
Pendidikan Karakter dilakukan dalam rangka untuk membantu murid untuk menjadi seperti apa mereka kelak mereka tumbuh dan berkembang (Arthur, 2008). Dalam pendidikan karakter, anak tidak diarahkan untuk menguasai ilmu pengetahuan. Fokus Pendidikan Karakter lebih kepada upaya menjadikan anak memiliki perilaku dan pola pikir positif yang dilandasi oleh nilai-nilai batiniah positif pula. Pendidikan karakter lebih diarahkan kepada pembentukan sifat, watak, tabiat atau akhlak.

Beberapa perilaku dan pola pikir yang positif ini telah ditetapkan oleh para pakar. (Costa & Kallick, 2009) mengemukakan 16 macam karakter yang perlu dimiliki seseorang agar sukses. Karakter-karakter tersebut adalah: (a) gigih, dan pantang menyerah, (b) waspada dan penuh pertimbangan, (c) mau mendengarkan pendapat dan pemikiran orang lain, (d) fleksibel dalam berpikir, (e) selalu memikirkan kembali apa yang sudah dipikirkannya (metakognisi), (f) selalu mengupayakan akurasi, (g) selalu mempertanyakan (questioning), (h) selalu berupaya menerapkan apa yang telah diketahuinya, (i) selalu mengomunikasikan idenya dengan jelas dan akurat (baik tertulis maupun lisan), (j) seluruh panca inderanya peka terhadap kondisi di sekitar, (k) selalu ingin menghasilkan sesuatu yang baru (inovatif), (l) tertarik untuk mengungkap hal-hal yang menakjubkan, (m) berani menerima tantangan beresiko, (n) mampu bekerjasama dengan dan belajar dari orang lain, (o) bersedia terus belajar, dan (p) pandai bersyukur dan menikmati keadaan.


Baswedan (2016), dalam pidatonya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada Hari Pendidikan Nasional tahun 2016 menyebutkan beberapa karakter penting yang perlu dimiliki oleh para murid di Indonesia sebagai bekal untuk menghadapi masalah kehidupan di abad 21. Baswedan (2016) mengklasifikasikan karakter ini ke dalam dua kelompok, yaitu: (a) karakter moral, dan (b) karakter kinerja. Karakter moral mencakup keimanan, ketaqwaan, integritas, kejujuran, keadilan, empati, rasa welas asih, dan sopan santun. Sementara itu, yang termasuk dalam karakter kinerja antara lain mencakup kerja keras, ulet, tangguh, rasa ingin tahu, inisiatif, gigih, kemampuan beradaptasi, dan kepemimpinan.
Pendidikan Karakter ini lebih bernuasa pembangunan mental. Karena itu, sesuai dengan kebijakan pembangunan nawacita yang dikembangkan oleh presiden Republik Indonesia saat ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan program Penguatan Pendidikan Karakter yang biasa disingkat dengan program PPK (Kemdikbud, 2017). Lebih jauh dikemukakan bahwa, Program Penguatan Pendidikan Karakter pada dasarnya merupakan pengejawantahan dari gerakan revolusi mental dalam rangka menjadikan putra/i bangsa Indonesia memiliki kesiapan mental yang lebih baik dalam membangun Indonesia yang maju, jaya, dan bermartabat.

Lima Karakter Prioritas

Melalui perenungan tentang berbagai macam karakter yang perlu dikembangkan, pemerintah mengerucutkan karakter-karakter yang perlu dikembangkan tersebut ke dalam 5 karakter prioritas (Kemdikbud, 2017). Lima karakter yang dimaksud adalah: nasionalisme, integritas, kemandirian, gotong royong, dan religious.

Nasionalisme

Berdasarkan dua kata yang membentuknya, yaitu “nation”dan “ism” nasionalisme adalah suatu paham tentang cara pandang seorang warga terkait dengan kesetiaan dan wujud perilaku yang harus dipegang teguh dalam menjunjung tinggi kedaulatan negera dan bangsannya. Nasionalisme memuat cara pandang, berpikir, dan bertindak tentang bagaimana seorang penduduk harus mengerahkan tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kejayaan, dan kerhormatan bangsanya.

Orang dengan nasionalisme tinggi cenderung menjunjung tinggi kehormatan bangsanya. Orang dengan nasionalisme yang tinggi selalu berusaha menjadikan bangsanya memiliki derajat yang tinggi dalam kancah percaturan dunia. Orang dengan nasionalisme yang tinggi cenderung mendorong terwujudnya tindak kegiatan yang mampu mengibarkan nama harum bangsanya, dan sangat menolak adanya perilaku yang mencoreng nama bangsanya.

Karena itu, orang yang nasionalis memiliki kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap hal-hal yang bisa menjadikan bangsanya bermartabat. Mereke menempatkan kepentingan bangsa di atas segalanya.

Integritas

Berasal dari kata integrity, orang atau murid yang berintegritas dicirikan oleh kecenderungan dari yang bersangkutan untukk menjadikan dirinya sebagai orang yang amanah, jujur dan dapat dipercaya, baik dari sisi tutur katanya, tingkah lakunya, dan juga hatinya. Orang memiliki integritas tinggi adalah orang yang antara hati, perkataan, dan perbuatannya sejalan. Dia tidak suka berpura-pura. Dia tidak akan menikam di balik tikungan.

Mandiri

Mandiri menunjukkan tidak adanya ketergantungan kepada orang lain. Orang yang mandiri memiliki ciri-ciri antara lain; (a) memiliki inisiatif diri yang tinggi, tanpa menunggu orang lain membangkitannya, (b) bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk mewujudkan mimpi-mimpi, dan cita-cita yang ingin dicapainya. Orang yang mandiri memiliki semangat dan etos kerja yang tinggi, kreatif, tangguh, berani, dan bertanggungjawab. Orang yang mandiri mampu memanfaatkan potensi diri dan peluang yang ada di sekitarnya seoptimal mungkin untuk mewujudkan apa yang dicitakan.

Gotong Royong

Gotong royong mungkin bisa dipadankan dengan istilah cooperative atau collaborative. Orang dengan karakter gotong royong adalah orang yang menghargai semangat untuk saling bekerja sama, bahu membahu dalam menghadapi dan memecahkan masala. Orang dengan karakter gotong royong memiliki kemampuan untuk menjalin komunikasi dan kerjasama dengan orang lain. Orang dengan karakter gotong royong cenderung mau mendengarkan dan mencoba mengerti orang lain, membangun persahabatan yang harmonis, dan mampu mengomunikasikan idenya dengan baik, yakni yang mudah dimengerti oleh temannya. Orang dengan karakter gotong royong cenderung suka memberi perhatian kepada kebutuhan orang lain, dan memberikan bantuan yang diperlukan untuk memuaskan temannya.

Religius

Karakter religious menunjukkan tingkat kesesuaian sikap dan perbuatan seseroang ditinjau dari tuntunan dan ajaran agama yang dianutnya. Orang yang religious cenderung menjalankan ajaran agama dan kepercayaan yang dianutnya dengan konsisten (istiqomah). Akan tetapi, dia juga memiliki toleransi yang tinggi terhadap perbedaan pelaksanaan ajaran agama dan kepercayaan dari orang lain, sehingga mereka bisa hidup rukun dan damai dengan sesame warga Indonesia.

Program Penguatan Pendidikan Karakter

Kemdikbud (2017) menawarkan tiga cara pelaksanaan program PPK (Penguatan Pendidikan Karakter). Tiga cara tersebut adalah: (a) mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran, baik melalui kegiatan intra kurikuler maupun ko-kurikuler, (b) mengimplementasikan pendidikan karakter melalui kegiatan ekstra kurikuler, (c) kegiatan pembiasaan di sekolah di luar jam pelajaran. Sehubungan dengan itu, peluang yang bisa dilakukan oleh guru matematika untuk membantu pemerintah dalam rangka penguatan pendidikan karakter adalah melalui kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler. Guru matematika bisa merancang kegiatan tatap muka, tugas terstruktur agar siswa sambil belajar matematika bisa juga mengembangkan karakternya. Sementara itu, guru juga bisa mendorong siswa untuk memanfaatkan waktu untuk pengerjaan tugas mandirinya dalam mengembangkan karakter.


Sejujurnya menurut hemat penulis, tiga cara melaksanakan program PPK tersebut tidak mudah dilakukan oleh guru matematika. Pengalaman dan pengamatan menunjukan bahwa para guru sering merasa kekurangan waktu dalam membelajarkan matematika. Faktor banyaknya materi yang harus dicakup, kesiapan belajar siswanya, dan gangguan kemajuan teknologi informasi sering menjadikan pembelajaran matematika tidak bisa berjalan secara ideal. Academic learning time atau time on tasks yang dibahasa Indonesiakan menjadi waktu belajar efektif siswa sering tidak memadai. Meskipun guru sudah menggunakan metode ceramah dimana guru sepenuhnya memiliki kendali untuk mengatur waktu belajar siswanya, guru masih sering merasa bahwa waktu pembelajaran matematika juga masih kurang. Apalagi kalau guru harus mengembangkan pendidikan karakter melalui Integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran matematika. Kondisi ini pasti merupakan tantangan yang sangat luar biasa bagi guru. Akan tetapi, karena pengembangan karakter ini merupakan amanah bangsa, maka pendidik matematika harus tetap berupaya keras memikirkan kontribusi yang bisa dilakukan.
Pertanyaan pentingnya adalah: “Bagaimana menerapkan pembelajaran matematika yang mempunyai potensi untuk mengembangkan karakter tersebut?”

PEMBAHASAN

Penulis belum melakukan penelitian secara intensif tentang bagaimana memanfaatkan pembelajaran matematika untuk mengembangkan karakter. Penulis juga belum mengkaji secara intensif tentang pelaksanaan pembelajaran matematika yang mendorong pengembangan 5 karakter prioritas di atas. Karena itu, di dalam artikel ini penulis hanya menyuguhkan beberapa ide yang mungkin bisa menginspirasi bagi para praktisi atau juga para peneliti lainnya tentang bagaimana mengembangkan karakter melalui pendidikan matematika. Penulis mencoba membagi ide penulis tersebut ke dalam beberapa kelompok.

Ide pertama adalah penggunaan konten matematika untuk menyemaikan karakter positif. Ide kedua adalah penggunaan kegiatan pedagogis untuk menyemaikan dan menumbuhkembangan karakter positif. Ide ketiga adalah penggunaan model pembelajaran integratif dalam membangun karakter unggulan.

Penggunaan Konten Matematika Untuk Karakter

Berikut disajikan beberapa contoh penggunaan konten matematika untuk membangun karakter positif siswa.


Ide #1. Menyemaikan pemahaman yang baik tentang keadilan

Kepada siswa kita berikan suatu kasus dimana dua orang (Amir dan Badrun) bekerjasama dalam suatu kegiatan bisnis. Kita sajikan pula adanya beberapa skenario pembagian keuntungan yang didapat mereka. Kita tanyakan kepada para siswa tentang skenario pembagian yang mana yang dirasa adil oleh mereka. Kita ajak mereka mengemukakan alasan dan teman lainnya memberikan komentar dengan cara yang sopan.

Dengan cara itu, mereka tentu akan mulai mengenali bahwa konsep adil itu bervariasi. Pembagian sama rata sama rasa bukan stu-satunya konsep keadilan. Ada beberapa alternatif lain yang juga dirasa adil.

Ide #2 Menyemai dan membangkitkan Karakter Selalu Ingin Tahu, Percaya Diri, dan Gigih

Bilangan Fritzs

Kita sajikan sebuah jenis bilangan baru, dan namakan bilangan itu dengan sesuatu yang aneh yang belum pernah didengar oleh siswa, sebut saja dalam hal ini adalah Bilangan Fritzs. Bilangan ini sebenarnya hanyalah rekayasa semata. Di dalam maematika kita mungkin tidak pernah kenal dengan jenis bilangan ini.

Kita sediakan beberapa contoh, dan beberapa yang bukan contoh dari Bilangan Fritzs tersebut kepada siswa. Kita sajikan sedemikian rupa (mungkin dengan gesture dan mimik muka tertentu) sehingga anak menjadi tertarik ingin tahu (curiorisity-nya tumbuh). Kita umumkan kepada setiap orang dari mereka bahwa mereka boleh menyebut paling banyak dua bilangan asli di bawah 50, dan kita akan katakan bahwa bilangan yang dimaksud itu termasuk contoh dari Bilanga Britzs atau bukan. Upayakan semua mau bertanya dengan menampilkan mimik muka yang membuat mereka bergairah mencoba menemukan polanya. Dorong mereka untuk terus berupaya menemukan polanya. Kita hendaknya tidak buru-buru memberitahukan polanya secara klasikal di kelas. Kita dorong agar mereka memiliki karakter gigih dan pantang menyerah. Kalau perlu, mungkin anak yang kemampuannya kurang sajalah yang kita beri hint/petunjuk lebih banyak. Pemberian bimbingan yang lebih banyak kepada anak yang kemampuannya kurang ini diharapkan akan membantu mereka lebih percaya diri, dan memotivasi anak lain yang kemampuannya lebih baik termotivasi untuk belajar dari anak yang kurang mampu dan tumbuh kegiatan komunikasi matematis yang akan membangun keterampilan komunikasi siswa.

Ide #3 Menyemaikan Karakter Pemimpin


Salah satu kompetensi yang perlu dikembangkan dalam belajar matematika adalah mengurutkan bilangan bulat. Untuk bisa memiliki kompetensi ini, tentulah siswa harus mampu membandingkan dua bilangan bulat dengan menentukan dengan tepat mana bilangan yang lebih besar sama, atau lebih kecil. Untuk itu, kita bisa memberikan penugasan kepada siswa untuk membuat semacam prosedur atau algoritma dalam membandingkan dua bilangan bulat. Kita ajak siswa membangun rangkaian kegiatan pemeriksaan yang harus dilakukan untuk memastikan mana bilangan yang lebih besar, sama, atau lebih kecil.


Kegiatan membuat prosedur atau algoritma ini berbeda jauh dengan menerapan algoritma. Pembuatan prosedur atau algoritma pada dasarnya upaya membangun karakter pemimpin. Dalam kehidupan organisasi, pemimpin adalah orang yang membangun algoritma atau prosedur yang dikenal dengan istilah SOP (Standard Operation and Procedure). Pemimpin mengatur bagaimana mekanisme kerja di organisasinya dengan menetapkan SOP. Karena itu kegiatan membuat prosedur atau algoritma ini boleh dibilang menyiapkan karakter pemimpin.

Ide #4 Menyemaikan Karakter Cermat, Kritis, dan Waspada


Diketahui segitiga ABC siku-siku di B dengan panjang AB = 6 cm, dan BC = 8 cm Dari titik B dibuat garis tinggi ke AC seperti pada gambar berikut.

Maka panjang dari BD adalah 4√2 cm yang diperoleh dari penggunaan dalil pythagoras pada segitiga ADB. Seorang anak yang biasanya berkemampuan rendah mengatakan bahwa pernyataan tentang panjan BD itu tidak sepenuhnya benar.

Bagaimana menurut Anda?
Penyajian informasi di atas bisa mendorong tumbuh berkembangnya karakter cermat dan kritis. Siswa akan didorong untuk melakukan kegiatan yang dikenal dengan istilah truth seeking. Siswa diarahkan untuk tidak terjebak dengan kebiasaan mengasumsikan bahwa semua soal adalah benar. Siswa perlu didorong utnuk menyadari bahwa manusia sangat dimungkinkan melakukan kesalahan, baik disengaja atau tidak disengaja. Karena itu, berperilaku cermat dan hati-hati harus menjadi karakter dan itu perlu juga dilatihkan melalui konten matematis.

Ide #5 Menyemai Karakter Tanggungjawab
Seorang anak kecil menyimpulkan pentingnya tidak menyekutukan Tuhan dengan apapun berdasarkan coret moret logis dari penganadaian 1 = 2 sebagai berikut
Jika 1 = 2 maka

  1. 1 = 3, sebab dari 1 = 2,     berdampak 1 + 1 = 2 + 1 kalau masing-masing ruasnya ditambah dengan bilangan 1
  2. 1 = 4 sebab dari 1 = 2 berdampak 1 + 1 = 2 + 2 atau 2 = 4 sehingga dari 1 = 2, 2 = 4

3. dapat disimpulkan 1 = 41 = 5 sebab dari 1 = 2 dan 1 = 3 maka 1 + 1 = 2 + 3 atau 2 = 5 sehingga selanjutnya bisa disimpulkan bahwa 1 = 5

4. 1 = 6, sebab 1 = 3 sehingga 1 × 2 = 3 × 2 atau 2 = 6 ynng berdampak 1 = 6

5. demikian seterusnya maka 1 = ???? berapapun n-nya.

Informasi tentang kesamaan matematis dalam contoh di atas menunjukkan bahwa kalau premisnya salah, maka kesalahan-kesalahan berikutnya akan menyusul dan ini akan berdampak kepada kekacauan. Contoh ini memberikan ilustrasi tentang pentingnya berpikir dan bertindak atas dasar pijakan yang benar yang dapat dipertanggungjawabkan. Pemikiran dan tindakan yang dilandaskan atas dasar asumsi yang salah hanya akan membawa kepada kesalahan-kesalahan

berikutnya. Oleh karena itu, setiap orang harus berusaha sekuat tenaga agar landasan berpikir dan bertindaknya selalu bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Penggunaan Kegiatan Pedagogis Untuk Karakter

Menurut Grandgenett, Harris, & Hofer (2011) kegiatan belajar matematika yang dikembangkan guru di dalam kelas bisa dikategorikan ke dalam enam kelompok. Berikut disajikan sedikit deskripsi dari masing-masing jenis kegiatan belajar matematika dan peluang yang dimiliki guru matematika untuk membangun karakter.

Consisder Type

Di dalam jenis pertama ini, kegiatan belajar yang dilakukan siswa antara lain mencakup: (a) memperhatikan suatu demonstrasi, (b) membaca teks, (c) menemukan pola, (d) menyelidiki suatu konsep, (e) memahami masalah. Sebagai guru, kita bisa memanfaatkan setiap kegiatan belajar ini untuk mengembangkan karakter.

Ketika siswa diminta untuk memperhatikan suatu demonstrasi, kita bisa mendorong siswa mengembangkan karakter yang baik yang mampu menjadikan kegiatan demonstrasi tersebut berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan. Kita bisa menetapkan aturan dan tata tertib mengamati demontrasi seperti semua suara lain harus disenyapkan untuk menghormati dan menghagai penyaji. Kita bisa meminta siswa selalu menuliskan secara detail apa yang diamati dan menuliskan pertanyaan-pertanyaan kritis, dan produktif untuk diajukan secara lisin pada waktu yang tepat.

Ketika membaca teks, kita biasakan siswa untuk selalu mencoba memahami asumsi yang digunakan oleh penulis teks tersebut, mengaitkan dengan apa yang sudah dimiliki, menemukan kekuatan dan kelemahan di dalamnya. Dengan begitu karakter cermat, kritis, dan bahkan juga kreatif mungkin akan tumbuh subur dalam diri siswa.

Ketika kita meminta siswa menemukan pola, kita dorong mereka untuk bekerja keras, dan gigih meneukannya. Kita tidak boleh hanya sekedar memberitahukan dengan segera pola yang ada, karena itu tidak beranfaat bagi proses hidupnya. Di dalam kehidupan sehari-hari, siswa akan dihadapkan dengan suasana yang kompleks, yang kadang polanya tidak dengan begitu mudah terlihat, serta tidak sama dengan pola-pola matematis yang biasa diajarkan. Kemampuan

membuat pola adalah jauh lebih penting daripada sekedar kemampuan menerapkan pola. Dengan kemampuan mengidentifikasi pola tersebut, karakter pemimpin mungkin akan tumbuh kembang di dalam diri siswa.

Practice Type

Kegiatan belajar yang dilakukan siswa dalam jenis ini antara lain: (a) menghitung, (b) mengerjakan latihan soal dalam jumlah banyak dan diarahkan untuk memantapkan pemahaman (drill and practice), (c) memecahkan masalah sebagai wujud uji penguasaan kompetensi.

Ketika anak menghitung, kita bisa membiasakan anak kita untuk secara individual memeriksa kembali jawaban yang diperolehk termasuk asumsi dan proses berpikir yang dilaluinya. Mereka bisa kita dorong untuk melakukan apa yang dikatakan pakar sebagai kegiatan metakognisi atau berpikir terhadap apa yang dipikirkannya. Dengan pembiasaan tersebut, mereka akan tumbuh menjadi orang yang berkarakter cermat, kritis, dan reflektif.

Ketika mereka melakukan kegiatan drill and practices, kita bisa mengajak mereka untuk melakukan metakognisi, refleksi, dan berpikir kritis serta kreatif. Mereka bisa kita dorong tidak hanya sekedar mengerjakan saja, tetapi lebih mencoba mengamati lebih jauh pola dari pengerjaan soal-soal tersebut, dan menghasilkan suatu ide baru yang bermanfaat bagi kemajuan belajarnya. Mereka harus kita dorong untuk berlatih keras sebanyak-banyaknya, dan memperoleh pemahaman yang transferable terhadap masalah lain. Mereka kita dorong untuk menjadi sosok dengan karakter yang penuh percaya diri.

Ketika mereka memecahkan masalah, kita bisa dorong siswa untuk menyadari pentingnya berpikir dan bekerja secara sistematis dan cermat. Mereka juga perlu kita dorong untuk berpikiran terbuka, gigih, dan pantang menyerah dalam memecahkan masalah. Kita mungkin bisa menyatakan bahwa setiap kegiatan pemecahan masalah pasti beermanfaat. Boleh jadi kegiatan pemecahan masalah itu tidak meghasilkan apa yang menjadi tujuannya, akan tetapi pengalaman memecahkan masalah itu sendiri sangat berarti banyak bagi peningkatan pemahaman, perbaikan proses berpikirnya, dan itu biasanya transferable untuk masalahh lain. Kita bisa yakinkan mereka akan pentingnya kegiatan proses berpikir dalam kegiatan pemeahan masalah.

Interpret Type

Kegiatan belajar yang termasuk dala kelompok ini antara lain adalah: (a) mengajukan konjektur,

(b) menyusun argumen atau justifikasi, (c) mengkategorisasikan, (d) memaknai suatu representasi, (e) membuat perkiraan, dan (f) melakukan matematisasi..

Mengajukan konjektur atau dugaan biasanya didahului oleh adanya kegiatan menemukan pola atau keteraturan tertentu. Pola atau keteraturan ini biasanya diperoleh dari melakukan kegiatan comparing and contrasting (membanding-bandingkan) dan menemukan kesamaan dan perbedaannya (identifying similarities and differences). Kadang, pola-pola itu tidak mudah ditemukan. Akan tetapi, proses penemuan pola itu seniri erupakan hal yang penting dalam menyiapkan siswa menghadapi masalah dalam kehidupannya kelak. Karena itu, pembelajaran kita hendaknya tidak terlalu difokuskan kepada keberhasilan menemukan pola itu sendiri. Kita harus lebih mendorong anak mengerahkan pemikiran dan strategi berpikirnya dalam meneukan pola.

Kita harus dorong anak untuk selalu mengemukakan argumen dan justifikasi terhadap setiap klaim yang diungkapkannya. Mereka harus kita dorong untuk selalu mempertimbangkan klaim yang dikemukakannya dengan dukungan alasan yang kuat. Mereka harus didorong menjadi pribadi yang kritis, kreatif, dan bertanggungjawab.

Ketika mereka mengkategorisasikan, ajak anak untuk mempertimbangkan semua sudut pandang yang mungkin, sehingga mereka memiliki karakter terbuka. Ajak pula mereka untuk cermat dalam mengkategorisasikan sehingga kategorisasi yang mereka hasilkan adalah kategori yang bisa dipertanggungjawabkan.

Ketika mereka memaknai suatu representasi, kita dorong mereka untuk selalu memberikan justifikasi terhadap makna yang diberikannya. Ajak mereka untuk cermat memaknai tersebut dengan berpikir kritis terhadap asumsi yang digunakannya. Begitu pula ketika membuat perkiraan (estimasi) dan melakukan matematisasi.

Produce Type

Kegiatan belajar yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: (a) mendemonstrasikan, (b) menghasilkan kalimat/pernyataan/pendapat, (c) mendeskriripsikan suatu obyek atau konsep secara matematis, (d) membuat suatu representasi matematis, dan (e) membuat soal.

Ajak siswa untuk menggunakan bahasa komunikasi yang jelas, runtut, dan masuk akal agar demonstrasi yang dilakukannya bisa diterima oleh orang lain dengan baik. Ajak mereka untuk menyiapkan bahan demonstrasinya dengan sebaik-baiknya, dilengkapi dengan bahan-bahan demonstrasi yang lengkap, dan mudah dimengerti oleh orang lain. Karakter sebagai komunikator yang baik dengan begitu akan tumbuh berkembang.

Demikian pula dengan produk-produk lain seperti pernyataan/pendapat, deskripsi, atau representasi dan bahkan juga soal. Siswa perlu didorong untuk menyajikan produk tersebut secara cermat, menarik, dan meyakinkan orang lain.

Apply Type

Kegiatan belajar yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: (a) memilih strategi yang tepat untuk digunakan dalam memecahkan masalah, (b) mengerjakan soal, (c) menerapkan suatu representasi.

Ketika siswa diminta untuk melakukan kegiatan jenis ini, siswa perlu didorong untuk memiliki karakter bertanggungjawab, kritis, kreatif, gigih, pantang menyerah dan beberapa karakter lain. Mereka perlu didorong bahwa pemilihan strateginya, pembuatan representasinya, dan langkah- langkah pemecahan masalahnya harus didasarkan atas dasar yang bisa dipertanggungjawabkan. Kita bisa meminta mereka menjelaskan alasan yang digunakannya dalam membuat keputusan tersebut. Mereka juga perlu kita dorong untuk kritis, kendatipun terhadap pekerjaannya sendiri. Mereka tidak boleh menganggap apa yang sudah dipikirkannya sebagai sesuatu yang selalu benar. Mereka juga perlu berpikir kreatif sehingga produknya bisa lebih baik, lebih lengkap, dan mungkin juga lebih inspiratif.

Evaluation Type

Kegiatan belajar yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: (a) membandingkan (b) memeriksa kebenaran jawaban, (c) menyelidiki kebenaran suatu konjektur, (d) menilai suatu perkejaan matematis milik orang lain.

Ketika siswa membandingkan sesuatu, dia melakukannya atas dasar komponen-komponen dari hal-hal yang dibandingkan itu. Ini memberikan peluang kepada guru untuk menyemaikan karakter cermat, hati-hati, kritis, dan kreatif kepada siswa. Karakter jujur atas dasar konsep dan

prinsip matematis yang dimiliki, terutama dalam menilai pekerjaan matematis milik orang lain, bukan atas dasar like and dislike, akan tumbuh berkembang dalam diri siswa.

Penggunaan Model Pembelajaran Integratif Untuk Karakter

Ide terakhir penulis terkait dengan pengembangan karakter melalui pembelajaran matematika adalah penggunaan model pembelajaran integratif. Model pembelajaran integratif ini adalah model pembelajaran yang menyatukan beberapa mata pelajaran sekaligus. Pembelajaran yang penulis maksud dalam hal ini termasuk Pembelajaran Berbasis Proyek (PjBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL). Dalam kesempatan ini, penulis mencoba berbagi tentang PjBL.

PjBL atau Pembelajaran Berbais Proyek adalah pembelajaran yang mendorong siswa menghasilkan suatu produk untuk berkontribusi terhadap isyu atau masalah yang disajikan di awal proses PjBL. Sebagai contoh, guru bisa menyajikan power point atau video tentang kebiasaan anak muda bahkan juga orang dewasa dan orang tua jaman sekarang dalam menggunakan handphone. Isyunya mungkin mencakup dampak dari gelombang elektromagnetik dari penggunaan handphone, tetapi juga eksplorasi potensi penggunaan handphone untuk kegiatan ekonomis.

Melalui tayangan isyu tersebut, siswa kita dorong untuk membuat suatu produk yang berkontribusi bagi penyelesaian atau pemanfaatan handphone. Siswa bisa kita dorong untuk berseleuncur di dunia maya untuk belajar matematika dan IPA terkait dengan pembuatan produknya. Mereka kemudian bisa menggunakan keterampilan berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif untuk menghasilkan produk baru yang bermanfaat dan dibutuhkan oleh orang banyak.

PENUTUP

Apa yang penulis sampaikan dalam paper ini, sekali lagi, baru sebatas ide yang diharapkan bisa menginspirasi Anda semua untuk menerapkan atau bahkan meneliti lebih jauh. Tetapi, sekali lagi, sepanjang kurikulum masih padat seperti sekarang ini, tampaknya guru harus bekerja ekstra keras untuk mengembangkan karakter malalui pembelajaran matematika. Karena itu, saran penulis adalah adanya penyederhanaan kurikulum. Muatan kurikulum perlu dikurangi dan disedeerhanakan. Kurikulum hendakya lebih ditekankan kepada pengembangan habits of mind, karena akhir-akhir ini sudah semakin banyak aplikasi yang tersedia di handphone yang bisa

mengerjakan pekerjaan matematis yang biasanya sulit dikerjakan secara manual. Kita tidak perlu mencetak generasi muda yang penguasaan ilmunya menyaingi komputer. Kita tidak perlu memaksa anak hafal dengen berbagai rumus matematika, toh pekerjaan yang begitu sdudah bisa dikerjakan oleh komputer. Kita cukup hanya perlu memiliki kemampuan berpikir yang bisa memanfaatkan dan mengembangkan teknologi lebih jauh.

Pembelajaran matematika untuk mengembangkan 5 karakter prioritas sebagaimana dikemukakan di atas, tentu juga merupakan hal yang berat bagi penulis. Perlu kerjasama yang baik dengan guru mata pelajaran lain untuk mengembangkan pembelajaran matematika yang mampu mengembangkan 5 karakter prioritas tersebut. Untuk itu, menurut hemat penulis, PjBL tampaknya perlu semakin diintensifkan dalam pembelajaran di sekolah. Setiap semester satu PjBL dengan durasi waktu yang memadai tampaknya perlu semakin digalakkan pelaksanaanya di sekolah. Akhirnya, penulis mohon maaf atas segala kekurangan dengan harapan semoga ide yang ada ini tetap memberikan manfaat bagi semua pembaca.

REFERENSI

Arthur, J. (2008). Handbook of moral development. In L. P. C. Nucci & D.. Narvaez (Eds.), Handbook of Moral Development, 1st ed., pp. 53–89. New York: Routledge, Taylor & Francis Group. https://doi.org/10.1080/03057240.2015.1053738

Baswedan, A. (2016). Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2016. Jakarta: Ministry of Education and Culture.

Costa, A. ., & Kallick, B. (2009). Habit Is a Cable. In A. . Costa & B. Kallick (Eds.), Habits of Mind Across the Curriculum: Practical and Creative Strategies for Teachers (pp. 1–17). Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.

Grandgenett, N., Harris, J., & Hofer, M. (2011). Mathematics Learning Activity Types 1, 2. Kemdikbud. (2017). Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter: Tingkat Sekolah

Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Editor : Silvia Dwi Linggani